KPK Periksa 10 Saksi Kasus Suap Perizinan 2018-2020 di Kota Cimahi
KPK Periksa 10 Saksi Kasus Suap Perizinan 2018-2020 di Kota Cimahi

Bagikan:

Jawa Barat Senin, 1 Februari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 10 saksi yang terlibat kasus suap perizinan di Kota Cimahi, jawa Barat. Tersangka dalam kasus Tahun Anggaran 2018-2020 tersebut ialah Ajay Muhammad Priatna, Wali Kota Cimahi Nonaktif.

"Sepuluh saksi dijadwalkan diperiksa untuk tersangka AJM," tutur Ali Fikri, Plt Juru Bicara KPK, dalam keterangannya di Jakarta, melansir Voidari Antara.

10 saksi yang dipanggil, di antaranya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Paket Rehabilitasi Jalan Karya Bakti 2020 Wilman Sugiansyah, Plt Kepala Bagian Umum dan Protokol Pemkot Cimahi Nining Ratnaningsih, dua orang dari CV Nerra Ningsih Leo dan Nina Ratnaningsih, dua orang dari CV Indra Nugraha masing-masing Muhammad Ridwan dan Rudi Setiawan.  

Lalu, Zinohir Bagus dari CV Viora Bagus Persada, Sugito Rengga dari CV YDP Usaha Perdana, Asal dari PT Kolosal Pratama, dan Itoh Suharto dari unsur swasta.

Tak hanya Ajay, pada 28 November 2020, KPK juga menetapkan Hutama Yonathan, sebagai tersangka. Hutama merupakan Komisaris Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda, Kota Cimahi.

Untuk Hutama, KPK telah merampungkan penyidikannya dan segera disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung atas perkara yang menjeratnya tersebut.

Dugaan kuat membuktikan Ajay menerima uang suap sebesar Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar. Uang suap perizinan RSU Kasih Bunda Tahun Anggaran 2018-2020.

Ajay uang suap sebanyak lima kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp1,661 miliar. Ia menerima uang suap mulai 6 Mei 2020 silam. Terakhir ia menerima uang suap pada 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.

Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara sebagai pemberi, Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.